Rabu, 21 Maret 2012

Pendidikan kewarganegaraan

Dasar Hukum Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
1. Secara Filosofis, yaitu PANCASILA, yang tersurat dan tersirat dalam Pembukaan UUD ’45 pada Alenia ke 4.Alenia itu terkandung makna bahwa
a). semua program kegiatan pembangunan Pemerintahan yg sudah tertera terurai dialenia itu pelaksanaannya harus berdasarkan Pancasila ( termasuk yg melindungi seluruh tumpah darah, melindungi segenap bangsa Indonesia….).
b) terbentuk dan terwujud adanya kecintaan terhadap.bangsa dan Negara.
c). terbentuknya rasa cinta perdamaian dunia yang abadi berdasarkan keadilan,kemerdekaan di antara bangsa di dunia.(sebagai.wujud tugas kekolifahan manusia).
2. Secara Yuridis formal,yaitu UUD’ 45:
a). pasal 30 ayat 1, d.2 . Ayat 1,menyebutkan :bahwa setiap warganegara berhak d wajib ikut serta usaha pembelaan Negara. Ayat 2, Untuk itu bentuk undang-undang (muncul undang-undang sebagai pelaksanaan tentang ayat 2 (dua) tersebut, .yaitu UU 20 TH.1982, yang diamandemen menjadi UU 3 TH.2002).tentang Pertahanan Keamanan Negara d ketertiban Wilayah Negara.
b). pasal 31 ayat 1 dan 2.Ayat 1 menjelaskan bahwa :setiap warganegara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Ayat 2. Untuk itu pemerinah menyusun dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. (muncul UU.2/1989,yg diamandemen menjadi UU 20/2003, tentang Sistim pendidikan nasional).
3. Secara Situasional,yaitu;
a.Kemen Diknas no: 232/2000,tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum di Perguruan Tinggi ( Yang dibagi dalam kelompok- kelompok.,diantaranya Kelompok MKPK(Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian),MKBM, dll. Yg termasuk MKPK terbagi dlm MKPK Nasional:
a).Pendidikan Agama,
b).Pendidikan Pancasila
c).Pendidikan Kewarganegaraan/Pendidikan Kewiraan, masing2 berbobot 2 SKS,bagi semua Mhws.dalam Program Studi/ Jurusan apapun. Sedangkan yg secara Institutional diantaranya :IBD,IAD,Bhs,OlahRaga ,Kewirausahaan dll.Sesuai dg kebutuhan Perguruan Tinggi yg bersangkutan.
b.Keputusan Dirjen.Dikti.No;151/Dikti /Kep/2000,d No;267/Dikti/Kep/2000,tentang Penyempurnaan Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan/ Pendidikan Kewiraan,beserta proses pembelajarannya.Oleh karena itu Pend.Kewarganegaraan sbg pengganti end.Kewiraan dg penyesuaian materi yg dikuliahkan.
c. SK.Dirjen.Dikti. No;38/Dikti/Kep/2002, tentang Rambu2 Pelaksanaan Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
4. Dasar Politis; yaitu tuntutan Reformasi ( 1998) untuk mencabut ” Dwi Fungsi ABRI” Nama Penidikan Kewiraan diganti dg Pendidikan Kewarganegaraan,atas pengaruh kehidupan Sosal Politik di Indonesia pada masa ORBA ( Orde Baru =1966 s/d 1998),dimana ABRI diberi dua ( 2) Fungsi yaitu; Fungsi Pertahanan Keamanan d Fungfsi Sosial Politik,yg berdampak mengurangi Hak d Kewenangan Sipil sbg pemilik kedaulatan berbangsa d bernegara.Maka Fungsi Sosialnya “dicabut”, tinggal Fungsi Pertahanan Keamanan, sesuai dg UUD’45.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan.
Umunya setiap negara membekali warga negaranya dengan pendidikan kewarganegaraan atau civics skill. Pendidikan Kewarganegaraan sendiri mempunya tujuan-tujuan yang menyebabkan pendidikan ini sangat perlu untuk ditekankan secara maksimal dan mendalam pada setiap warga negara sejak usia sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dapat dilihat dari dua segi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan Umum Pendidikan Kewarganegaraan.
Jika dilihat secara umum Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk membawa peserta didik untuk menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis dan berkeadaban, dan menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.
Tujuan Khusus Pendidikan Kewarganegaraan.
Jika dilihat lebih mendalam lagi, sesungguhnya Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai tujuan khusus yaitu :
1) Mengantarkan peserta didik memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap, dan perilaku untuk cinta tanah air Indonesia.
2) Menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara pada diri peserta didik, sehingga terbentuk daya tangkal sebagai ketahanan nasional.
3) Peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam menciptakan ketahanan nasional.
4) Peserta didik mampu menuangkan pemikiran berdasarkan nilai-nilai Pancasila dalam menganalisa permasalahan hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.


Objek Formal

A. Dasar pemikiran pendidikan kewarganegaraan
setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap ilmu harus memiliki syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, sistem, dan bersifat universal.objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material dari pendidikan kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan warganegara baik empirik maupun nonempirik, yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warganegara dalam kesatuan bangsa dan negara. Sebagai objek formalnya mencakup dua segi, yaitu segi hubungan antara warganegara dan negara dan segi pembelaan negara.
C. Keilmuan
Pendidikan kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan civics education yang dikenal diberbagai negara. Sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat antardisipliner bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembanganya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu administrasi negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejara perjuangan bangsa dan ilmu budaya.

Negara
Istilah “Demokrasi” berasal dari bahasa Yunani, Demos yang berarti rakyat, dan Kratos yang berarti pemerintahan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, dan mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan Negara.
Dalam sistem pemerintahan Demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Tetapi, rakyat tidak melaksanakan kedaulatannya secara langsung. Rakyat akan mewakilkannya kepada wakil-wakil rakyat. Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih Presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Pemilihan Presiden / anggota-anggota parlemen secara langsung belum menjamin bahwa negara tersebut adalah negara Demokrasi. Karena hal itu hanya sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walaupun perannya dalam sistem Demokrasi tidak besar, pemilihan umum sering disebut ”Pesta Demokrasi”. Ini adalah salah satu akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Dengan pengertian seperti itu, Demokrasi yang dipraktikkan adalah Demokrasi Perwakilan.
Demokrasi mengandung nilai-nilai moral. Jadi dalam penerapannya, Demokrasi harus dilandasi dengan nilai-nilai Demokrasi.
Nilai-nilai Demokrasi tersebut antara lain :
1. Menyelesaikan perselisihan dengan cara damai
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu
Dalam perkembangannya, konsep Demokrasi juga diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, yakni dalam kehidupan ekonomi, pendidikan, sosial budaza, dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Dengan demikian, Demokrasi tidak hanya diterpkan dalam kehidupan bernegara, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Kehidupan yang Demokratis adalah kehidupan yang melibatkan partisipasi rakyat dan ditujukan untuk kepentingan rakyat.

Ada 2 asas yang dianut negara-negara di dunia ini dalam menentukan kewarganegaraan seorang anak. Yakni asas Ius Soli dan Asas Ius Sanguinis. Berikut saya akan mencoba menjelaskan prinsip dari kedua asas tersebut dan beberapa permasalahan yang timbul dengan penerapan kedua asas tersebut.
Pengertian Ius Soli dan Ius Sanguinis
Asas Ius Soli adalah asas pemberian kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran (terbatas). Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak yang lahir sebagai warganegaranya hanya apabila anak tersebut lahir di wilayah negaranya, tanpa melihat siapa dan darimana orang tua anak tersebut. Asas ini memungkinkan adanya bangsa yang modern dan multikultural tanpa dibatasi oleh ras, etnis, agama, dll. Contoh negara yang menganut asas ini adalah AS, Argentina, Banglades dan Brazil.
Sedangkan;
Asas Ius Sanguinis adalah asas pemberian kewarganegaraan berdasarkan keturunan orang tuanya. Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak sebagai warga negaranya apabila orang tua dari anak tersebut adalah memiliki status kewarganegaraan negara tersebut (dilihat dari keturunannya). Asas ini akan berakbibat munculnya suatu negara dengan etnis yang majemuk. Contoh negara yang menganut asas ini adalah negara-negara yang memiliki sejarah panjang seperti negara-negara Eropa dan Asia. Contoh negara yang menganut asas ius sanguinis ini yakni Brunai, Jordania, Malaysia, Belanda, Cina.



HAM (sejarah HAM)
Hak Asasi Manusia sama artinya dengan hak-hak konstitusional karena statusnya yang lebih tinggi dalam hirarki norma hukum biasa, karena memperbincangkan kerangka normatif dan konsepsi hak-hak konstitusional sesungguhnya tidaklah jauh berbeda dengan bicara hak asasi manusia.
Perubahan UUD 1945 hasil amandemen lebih baik dibandingkan dengan konstitusi sebelum diamandemen, dalam membangun sistem ketatanegaraan, salah satu bukti utamanya terkait dengan meluasnya pengaturan jaminan hak-hak asasi manusia. Dari beberapa isi jaminan hak-haknya, UUD 1945 mengatur jauh lebih lengkap Hak Asasi Manusia dibandingkan sebelum amandemen, ditempatkan dalam suatu undang-undang dasar. 5 pasal (hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, jaminan kemerdekaan beragama dan berkepercayaan, serta hak atas pengajaran, hak atas akses sumberdaya alam) menjadi setidaknya 17 pasal (dengan 38 substansi hak-hak yang beragam) yang terkait dengan hak asasi manusia.
Meluasnya jaminan hak-hak asasi manusia melalui pasal-pasal di dalam UUD 1945 merupakan kemajuan dalam membangun pondasi hukum bernegara untuk memperkuat kontrak penguasa-rakyat dalam semangat konstitusionalisme Indonesia. Semangat konstitusionalisme Indonesia harus mengedepankan dua aras bangunan politik hukum konstitusinya,yakni pertama, pembatasan kekuasaaan agar tidak menggampangkan kesewenang-wenangan, dan kedua, jaminan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia.
Memasukkan hak-hak asasi manusia ke dalam pasal-pasal konstitusi atau Undang Undang dasar merupakan salah satu ciri konstitusi moderen.Sejak dideklarasikannya sejumlah hak-hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau biasa disebut DUHAM 1948 (Universal Declaration of Human Rights), yang kemudian diikuti oleh sejumlah kovenan maupun konvensi internasional tentang hak asasi manusia, maka secara bertahap diadopsi oleh negara-negara sebagai bentuk pengakuan rezim normatif internasional yang dikonstruksi untuk menata hubungan internasional. Di Indonesia HAM merupakan faktor yang krusial untuk di masukkan ke dalam Undang Undang Dasar. Meskipun demikian, dalam konteks sejarah dan secara konsepsional, Undang-Undang Dasar 1945 yang telah lahir sebelum DUHAM memiliki perspektif hak asasi manusia yang cukup progresif, karena sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea 1:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Indonesia seperti negara-negara lain di dunia, mengalami pasang surut dalam perkembangan dan proses penegakan HAM. Proses penegakan HAM di Indonesia sejak Indonesia merdeka hingga dewasa ini mengalami perubahan dan perkembangan yang lebih baik. Hal ini karena adanya kesadaran dari masyarakat Indonesia sendiri dan adanya tekanan serta opini masyarakat internasional tentang pentingnya penegakan hak asasi manusia.
Sejak indonesia merdeka, sesungguhnya telah memberikan pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negaranya, jauh sebelum PBB mencetuskan Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan sedunia hak-hak asasi manusia). Pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia tersebut diabadikan dalam konstitusi negara yaitu dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan piagam HAM bagi bangsa Indonesia.
Landasan Hukum Penegakan HAM di Indonesia, yaitu :
a. Landasan idiil (Pancasila) sila ke-2: “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Landasan idiil merupakan landasan filosofis dan moral bagi bangsa indonesia untuk senantiasa memberikan penghormatan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
b. Landasan konstitusional (UUD 1945) yakni:
- Pembukaan UUD 1945 alinea ke-1 dan ke-4.
- Pasal 27, pasal 28, pasal 28 A sampai pasal 28 J, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 32, pasal 33, dan pasal 34 UUD 1945.
UUD 1945 menjadi landasan yuridis bagi bangsa dan negara Indonesia dalam memberikan penghormatan, pengakuan, perlindungan serta pengakuan HAM di Indonesia.
c. Landasan operasional, yakni landasan pelaksanaan bagi penegakan HAM di Indonesia yang meliputi aturan-aturan pelaksana, seperti:
- TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ketetapan ini menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintahan untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM.
Ketetapan ini juga mengatur tentang kewajiban asasi manusia, antara lain setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, setiap orang wajib untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan setiap orang wajib tunduk kepada undang-undang dalam menjalankan hak dan kebebasannya.
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang ini menjadi landasan pelaksana yang amat penting dalam upaya penekan HAM di Indonesia.
Undang-undang ini selain berisi tentang aturan-aturan dalam penghormatan dan perlindungan HAM, juga berisikan sanksi-sanksi bagi para pelaku pelanggaran HAM. Hak asasi manusia yang diatur oleh UU No. 39 Tahun 1999 antara lain hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak memperoleh rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak wanita, dan hak anak.
- UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia: Undang-undang ini mengatur pelaksanaan proses pengadilan bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan.
Namun undang-undang ini tidak dapat berlaku surut artinya para pelaku kejahatan kemanusiaan atau pelanggar hak asasi manusia itu jika terjadi sebelum undang-undang ini disahkan maka mereka tidak dapat dituntut di muka pengadilan, dan para pelanggar hak asasi tersebut akan luput dari jeratan hukum.
- Kepres No. 50 Tahun 1993 tentang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM.
Komisi ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak asasi manusia, dan menjadi tonggak sejarah dalam proses penegakkan hak asasi manusia di Indonesia. Meskipun telah banyak produk hukum dibuat untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, namun pelanggaran dan pelecehan terhadap hak asasi manusia masih tetap terjadi di dalam masyarakat. Banyak kasus pelanggaran dan pelecehan hak asasi manusia yang terjadi karena tidak dipahaminya aturan-aturan yang ada, baik oleh aparatur penegak hukum ataupun oleh masyarakat itu sendiri.
1. HAM sebagaimana Terdapat dalam UU No. 39 Tahun 1999
Dengan dibuatnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berusaha untuk menerapkan HAM dalam kehidupan sehari-hari. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak-hak asasi manusia (HAM) yang terdapat di dalam UU No. 39 Tahun 1999, yaitu :
a. Hak untuk hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya, serta setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Selain itu, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Hak mengembangkan diri
Setiap orang berhak atas periindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.
d. Hak memperoleh keadilan
Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
e. Hak atas kebebasan pribadi
Setiap orang berhak memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif untuk membangun masyarakat bangsa, dan negaranya.
f. Hak atas rasa aman
Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain dan setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
g. Hak atas kesejahteraan
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.
h. Hak turut serta dalam pemerintahan
Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
i. Hak wanita
Wanita berhak memperoleh haknya dalam bidang pendidikan, pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Wanita juga berhak untuk memilih, dipilih diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi yang sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
j. Hak anak
Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Selain itu, setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.
Di dalam pasal 13 UU No. 23 Tahun2002 tentang perlindungan anak, dijelaskan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c. penelantaran
d. kekejaman, kekerasan dan penganiayaan
e. ketidakadilan
f. perlakuan salah lainnya


Sedangkan di dalam pasal 15 undang-undang tersebut dijelaskan tentang kewajiban setiap anak yaitu :
a. menghormati orang tua, wali dan guru
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman
c. mencintai tanah air, bangsa dan negara d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
e. melaksanakan etika dan akhlak mulia
Didalam pasal 26 Undang-undang itupun dijelaskan tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua yaitu:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak
d. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaanya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab tersebut dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada pasal 48 dan 50 undang-undang tersebut menjelaskan tentang hak pendidikan yang dimiliki setiap anak. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Adapun pendidikan tersebut diarahkan pada:
a. pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal
b. pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi
c. pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan oeradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri
d. persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab
e. pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup
1. Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
Sejarah pekembangan Hak Asasi Manusia dimulai sejak adanya kesadaran dari umat manusia akan arti pentingya nilai-nilai kemanusiaan.
Munculnya kesadaran untuk memperjuangkan dan menegakkan hak asasi manusia dilatarbelakangi oleh peristiwa penindasan, ketidakadilan, penistaan dan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Dalam upaya melawan segala bentuk kezaliman dan penindasan para penguasa, lahirlah para tokoh, pejuang hak asasi manusia, yang disertai lahirnya dokumen atau piagam hak asasi manusia untuk mencegah terjadinya kembali penindasan dan kezaliman terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karena itulah, Pemerintah Indonesia melakukan upaya penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia bagi semua warga negara berdasarkan prinsip-prinsip kesatupaduan, keseimbangan dan pengakuan atas kondisi nasional. Prinsip kesatupaduan itu berarti bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam penilaian pelaksanaannya.
Banyak sekali upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia, antara lain :
a. Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004 dengan pembentukan kelembagaan dan pembuatan peraturan perundangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
b. Dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999.
c. Pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan dengan Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998.
d. Pembentukan Kantor Menteri Negara Hak Asasi Manusia tahun 1999 yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan, kemudian berubah menjadi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
e. Disahkannya Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
f. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
g. Pengesahan peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan hak asasi manusia dan penambahan pasal-pasal khusus mengenai hak asasi manusia dalam amandemen UUD 1945.
h. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Indonesia Tahun 1998-2003 yang selanjutnya direvisi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2003.
RANHAM Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Di dalam Propenas Tahun 2000-2004 tercantum visi bangsa Indonesia di masa depan mengenai masyarakat dan hukum sebagai berikut:
a. Terwujudnya kondisi aman, damai, tertib dan ketenteraman masyarakat
b. Terwujudnya sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia berlandaskan keadilan dan kebenaran.
Sementara itu, di dalam Keputusan Presiden No. 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Indonesia tahun 2004-2009. Di dalamnya dijelaskan bahwa RANHAM Indonesia adalah untuk menjamin peningkatan, penghormatan pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Program utama RANHAM Indonesia tahun 2004 – 2009 ada enam, yaitu:
a. Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM.
b. Persiapan ratifikasi instrumen hak asasi manusia internasional.
c. Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan,
d. Diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia.
e. Penerapan norma dan standar hak asasi manusia.
f. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
1. Hambatan dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
Upaya dalam memberikan pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia pada kenyataannya masih menghadapi kendala atau hambatan dan tantangan yang besar. Hambatan dalam pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM justru datang dari aparatur negara yang bertanggung jawab dan berkewajiban menegakkan hak asasi manusia. Seringkali aparatur negara bertindak demi hukum dan tugas melampaui batas wewenangnya sehingga menimbulkan pelanggaran dan pelecehan terhadap hak asasi manusia. Akan tetapi tidak sedikit kasus hak asasi manusia disebabkan oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat terlalu egois dan memaksakan kehendak agar hak asasinya dipenuhi, tetapi masyarakat lupa bahwa mereka juga punya kewajiban hak asasi yang harus dilaksanakannya.
Secara garis besar hambatan yang dihadapi dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia dapat kita identifikasi seperti berikut:
a. Masalah sosial budaya
- Rendahnya keadaan masyarakat akan pentingnya hak asasi manusia yang terjadi akibat ketimpangan stratifikasi sosial masyarakat.
- Adanya norma adat dan budaya masyarakat yang berkaitan dengan kebiasaan, upacara, kedudukan sosial yang bertentangan dengan HAM.
- Rendahnya sumber daya manusia khususnya aparatur penegak hukum seperti hakim, jaksa sehingga menghambat proses penegakan HAM.
- Adanya konflik sosial yang sering terjadi di masyarakat sebagai konsekuensi masyarakat majemuk yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM.
b. Masalah informasi dan komunikasi
- Terhambatnya informasi dan komunikasi tentang pentingnya penegakan HAM sebagai akibat keadaan dan kedudukan geografis Indonesia.
- Rendahnya sarana dan teknologi komunikasi, menyebabkan tidak maksimalnya kemampuan informasi dan berkomunikasi di seluruh wilayah Indonesia.
- Terbatasnya sosialisasi tentang HAM di seluruh wilayah Indonesia karena rendahnya teknologi informasi dan komunikasi.
c. Masalah kebijakan pemerintah
- Adanya kebijakan pemerintah yang mengedepankan kepentingan stabilitas nasional sehingga mengabaikan masalah hak asasi manusia.
- Masih lemahnya pengawasan dari lembaga DPR dan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
- Adanya arogansi aparatur pemerintah, yang sering mendorong kritik dan kontrol sosial dari tindakan pembangkangan.
- Rendahnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan aparatur penegak hukum, sehingga menghambat kinerja penegakan hak asasi manusia dan lain-lain.
d. Masalah perangkat perundang-undangan
- Sulitnya merealisasikan aturan perundang-undangan tentang HAM dalam kehidupan masyarakat.
- Belum disyahkannya hasil konvensi internasional tentang HAM di Indonesia.
Selain hambatan-hambatan seperti diatas, proses penegakan hak asasi manusia di Indonesia juga menghadapi tantangan-tantangan yang berat dan sulit. Tantangan itu antara lain :
a. Amandemen UUD 1945 pasal 28 yang mengedepankan asas non retroaktif, yang artinya hukun tidak dapat berlaku surut. Ini memungkinkan para tersangka atau terdakwa lepas dari jeratan hukum.
b. Adanya prinsip universalitas, artinya bahwa hak asasi manusia bersifat fundamentalis dan berlaku secara umum (universal). Hal ini melahirkan kewajiban kepada setiap anggota PBB untuk menghormati, mengakui dan menjamin penegakan hak asasi manusia.
c. Adanya prinsip negara demokrasi, yang artinya suatu negara disebut negara demokrasi apabila hak-hak asasi manusia diakui, dihormati dan dilindungi oleh negara. Negara memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
d. Adanya prinsip negara hukum, yang artinya bahwa hukum harus dijalankan dan ditegakkan oleh negara untuk menjamin keadilan dan tegaknya HAM.

e. Adanya prinsip keseimbangan, yang artinya bahwa hak dan kewajiban asasi setiap warga negara sama. Oleh karena itu pencapaian dan penerapan keduanya haruslah didasarkan pada prinsip keseimbangan. Akan tetapi kenyataan di masyarakat, kecenderungan secara umum masyarakat lebih mengutamakan kepentingan hak-haknya dan mengabaikan kewajiban asasinya. Sehingga ini mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan yang akhirnya menghambat proses penegakan HAM.
Namun kenyataannya hukum belum menjadi panglima di negeri ini, kepentingan dan kekuasaanlah yang diutamakan. Sehingga terjadilah penyimpangan-penyimpangan hukum yang pada akhirnya menghambat proses penegakan HAM.

1. Instrumen HAM Nasional
Hak asasi manusia menggelora di Indonesia diawali ketika terjadi revolusi sosial tahun 1997. Ditandai turunnya kepimpinan orde baru, mulailah babak baru yang disebut dengan era reformasi. Dalam era reformasi ini menggema berbagai tuntutan perlunya menegakkan hak asasi manusia.
Ketika Presiden BJ Habibie berkuasa, terbentuklah suatu undang-undang yang mengatur tentang hak asasi manusia, yaitu UU No. 39 Tahun 1999. Walaupun jauh sebelumnya telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, perlindungan, dan penegakan terhadap hak asasi manusia terabaikan.
Beberapa instrumen yang dapat dijadikan tolok ukur pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia adalah:
a. Bab XA Pasal 28A – 28J UUD 1945
b. Deklarasi universal hak asasi manusia tahun 1948
c. UU No. 39 Tahun 1999
1. Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
Sebagai warga negara, tanpa harus membedakan kedudukan atau status sosialnya, mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama besarnya dalam proses penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Partisipasi yang dapat diberikan oleh setiap warga negara dalam upaya penegakan HAM antara lain:
a) Penegakan HAM dalam kehidupan bermasyarakat
- Mematuhi norma dan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
- Bersama-sama dengan warga masyarakat ikut mencegah perbuatan yang mengarah pada pelanggaran HAM.
- Menghindari sikap dan perbuatan yang dapat merendahkan, melecehkan dan menodai nilai-nilai kemanusiaan.

b) Penegakan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:
- Mematuhi dan menaati berbagai peraturan hukum yang berlaku dalam negara.
- Menghindari sikap perbuatan yang dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM.
- Bersama-sama aparat penegak hukum mencegah terjadinya perbuatan yang mengarah pada pelanggaran HAM.
- Melaporkan kejadian atau peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat kepada aparat atau pihak berwajib (Komnas HAM).
- Bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan dalam upaya penegakan HAM.
Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM di lingkungan masyarakat. Salah satunya adalah dengan pemantapan budaya penghormatan hak asasi manusia melalui usaha sadar untuk menyemaikan, menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan dan rasa kesadaran ke seluruh anggota masyarakat, terutama aparat pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, para pendidik dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat.

1 komentar: